Hari Peringatan Kemerdekaan 17 Agustus tidak lama lagi tiba.
Murid-murid SD Kasih Bangsa di kota Batu Malang yang terkenal dengan buah apelnya, disibukkan dengan
berbagai persiapan acara terutama upacara pengibaran bendera.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, petugas upacara dari kelas 6
dan mereka yang dipilih adalah petugas yang terbaik dari masing-masing kelas.
Di SD Kasih Bangsa ada 10 kelas 6, artinya ada 10 kandidat
petugas.
Tiga sekawan, Ria, Rino dan Rere adalah tiga petugas bendera
dari kelas 6A. Mereka sangat ingin mendapat tugas mengibarkan bendera merah
putih pada acara 17 Agustus nanti.
"Keren yah, Re, jika kita bisa jadi petugas pengibar
bendera pada upacara 17 Agustus nanti," kata Rino pada Rere.
"Iya, pakai baju putih-putih, peci dan syal merah
putih. Seragamnya keren deh!" jawab Rere.
"Setelah itu kita bertiga berfoto deh....," kata
Rino.
"Keren, keren," sambung Rere dengan mata
berbinar-binar.
Sementara Rino dan Rere antusias berkhayal menjadi petugas
pengibar bendera pada 17 Agustus, Rina hanya terdiam.
Rino dan Rere jadi kesal dan berkata, "Ria, kamu tidak
tertarik?"
"Aku tertarik kawan, tapi saingan kita ada 9 tim, jadi
kemungkinan terpilih hanya sepersepuluh, janganlah kalian terlalu bermimpi…,"
kata Ria.
"Ahhh, kamu...., kita pasti terpilih, Rino itu anak
Kepala Sekolah, pastilah guru-guru memilih tim kita," kata Rere penuh
percaya diri.
Ria hanya terdiam dan tidak mau berdebat dengan kedua teman
baiknya ini, dia masuk kelas meninggalkan kedua temannya yang masih membahas
pengibaran bendera.
Selang dua hari berikutnya, tibalah waktu diumumkannya nama
petugas pengibar bendera 17 Agustus dan betapa terkejutnya Rere dan Rino,
karena yang terpilih menjadi petugas pengibar bendera adalah Hasan, Husni dan
Hilman dari kelas 6C, sementara dari kelas 6A hanya Karman yang bertugas
menjadi dirijen.
"Hah, kita tidak terpilih!" teriak Rere sedih.
"Kita tanya bu guru, yuk, kenapa kita tidak
terpilih?" ajak Rino.
"Jangan, ahhhh...," jawab Ria.
"Ria, Ria...., kamu dari awal memang sudah tidak niat,
beginilah jadinya kita tidak terpilih," jawab Rere dengan kesal.
"Iya, gara-gara kamu tidak ikut berharap. Doa kita jadi
tidak dikabulkan," tambah Rino.
"Mengapa kalian jadi menyalahkan aku....," jawab
Ria sedih.
"Hmmmm, maaf Ria, aku tidak bermaksud begitu, tapi kami
kesal karena kamu tidak kompak," balas Rino.
Ria sebenarnya juga sedih karena dia juga ingin menjadi
petugas pada acara 17 Agustus nanti tapi jika semua jadi petugas maka tidak ada
pesertanya, pikir Ria.
Ria mencoba menghibur diri dan juga kedua temannya tapi tidak
berhasil dan sejak percakapan itu, Ria menjadi resah dan wajahnya tampak kusut.
Bunda Ria yang melihat putrinya tampak tidak ceria seperti
biasanya mendekati Ria dan bertanya, ‘kamu sakit, nak?"
"Tidak," jawab Ria sambil menggelengkan kepalanya.
"Sedih karena ayah dan bunda belum sempat mengantar
kamu main ke Batu Night Spectacular, yah?" tanya Bunda lagi.
Ria membalas pertanyaan bunda dengan gelengan kepala
"Lalu kenapa, anak bunda yang biasanya ceria jadi
murung? Ada masalah di sekolah?" sambung bunda.
"Iya, bunda," jawab Ria.
Ria pun menceritakan semuanya dan bunda mengelus kepala Ria
sambil berkata, "Sabar yah nak, tidak selamanya yang kita cita-citakan
tercapai. Namun cita-cita itu tidak sempit."
Ria yang tertunduk mengangkat kepalanya lalu menatap bundanya
dengan heran.
"Maksud bunda, kalian tidak harus menjadi petugas
bendera untuk dapat merayakan 17Agustusan, kalian dapat melalukannya dengan
cara lain," kata bunda.
"Cara lain...," Ria mengkerlingkan alisnya.
"Contohnya bunda," tanya Ria.
"Hmmmm, apa yah," bunda berpikir sejenak.
"Bagaimana kalau kalian membuat okestra yang mengiringi
pengibaran bendera. Bukankan kelas kalian bulan lalu juara main suling dan
angklung," kata bunda.
Ria pun berbinar-binar mendengar saran bundanya dan
terbayang di pikirannya upacara akan menjadi lebih meriah dan berbeda dari
tahun-tahun sebelumnya. Iapun bertekat akan membujuk Rino dan Rere untuk
bersama mengahadap ibu guru untuk mengusulkan okestra suling dan angklung untuk
mengiringi upacara 17 Agustus nanti.
Keesokan harinya, Ria datang pagi-pagi sekali ke sekolah dan
menunggu Rino dan Rere.
Saat mereka datang, Ria dengan tersenyum menyambut mereka,
"selamat pagi, kawan."
"Pagi, Ria....kamu gembira amat sih," tanya Rere
heran.
"Aku ada ide keren," jawab Ria.
"Ide jail yah?" tanya Rino.
"Ahhh, sejak kapan Ria menjadi anak jail nih...,"
kata Rere.
Ria menerangkan usulannya dan mengajak Rino dan Rere untuk
mengusulkan ke bu guru Surti untuk mengadakan okestra suling dan angklung saat
upacara bendera 17Agustus.
Rino dan Rere akhirnya terbujuk dan mereka menghadap bu
Surti mengungkapkan ide mereka.
"Ide bagus sekali, nak," jawab bu Surti gembira.
"Wah...kita harus cepat-cepat latihan," sambung bu
Surti gembira.
"Oh ya, tim okestra juga pakai seragam yang sama yah.
Nanti ibu pesankan juga peci dan syal merah putih untuk tim okestra. Seluruh
kelas 6A ikut yah dalam okestra ini," kata bu Surti.
Hari 17 Agustus yang dinantikan tiba, upacara berjalan
hikmat dengan suasana yang berbeda mewarnai upacara bendera SD Kasih Bangsa
tahun ini, pengibaran bendera tidak hanya diiringi suara nyanyian seluruh
peserta upacara tapi juga okestra angkung dan suling yang dimainkan oleh Ria,
Rino, Rere dan seluruh siswa siswi kelas 6A.
Ria, Rino dan Rere memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus
dengan hati yang bangga menjadi anak Indonesia dan hati yang sejuk, sesejuk
udara dan sesegar rasa apel malang khas kota kelahiran mereka, kota Batu
Malang.
Oleh Kumala Sukasari Budiyanto