Jumat, 30 Agustus 2013

Satu Kata Dua Arti



Teni, Tuti, Tutut, Totok dan Tono adalah teman satu sekolah. Mereka berlima menamakan kelompoknya “Lima T” sesuai nama mereka berlima yang semuanya diawali huruf “T”. Setiap sore mereka berkumpul di rumah salah satu anggotanya secara bergiliran untuk belajar bersama dan bermain.
Pada suatu hari saat “Lima T” berkumpul di rumah Teni untuk mengerjakan pekerjaan rumah dari ibu guru, Tono berkata, “Ten, tolong kopi dong, aku mau memberikan ke teman-teman.”
“Ah apa, kopi?” jawab Teni sambil menulis.
“Iya kopi,” balas Tono.
Teni langsung beranjak dari tempat duduknya dan cepat-cepat hendak bergegas ke belakang.
“Ten, ini bukunya tidak dibawa?” tanya Tono.
“Lah, tidak usahlah, Ton. Biasanya juga aku membuat kopi untuk ayah tanpa membawa buku,” jawab Teni sambil menuju ke belakang rumah.
“Wah, teman-teman, kopi di rumah Teni hebat yah, dapat dibuat tanpa perlu bahan aslinya,” seru Tono kepada teman-teman lainnya.
“Ah masa?” kata Tuti.
‘Iya, tadi kamu tidak dengar apa yang dikatakan Teni,” jawab Tono.
Tuti agak bingung tapi karena sedang seru menyelesaikan tulisannya, Tuti tidak terlalu mempedulikannya.
Lima menit kemudian Teni datang membawa nampan berisi lima cangkir kopi yang harum sekali.
“Ini teman-teman kopinya. Sebenarnya kita anak-anak tidak boleh minum kopi, loh…. Tapi sekali-kali tidak apalah! Ini dicoba, kopi yang enak kesukaan ayahku,” kata Teni tersenyum.
“Ha…ha…ha…,” suara Tono menertawai Teni.
“Kenapa kamu tertawa sih….? Ada yang aneh?” tanya Teni bingung.
“Pantas saja tadi kamu menolak saat aku bilang kamu membuat kopi harus membawa buku, ha…ha…. Rupanya, kamu salah mengartikan, ha…ha….,” kata Tono.
“Maksud Tono kopi itu adalah membuat salinan buku ini,” Tutut menjelaskan.
Mereka semua tertawa karena Tono dan Teni memberikan arti yang berbeda pada kata yang sama. Mereka lalu teringat dengan  pelajaran bahasa Indonesia tentang satu kata yang memiliki dua arti, yang disebut dengan istilahnya ambigu.
“Teman-teman, selain kata kopi, apa kata lain yang ambigu?” tanya Tono mengajak teman-temannya bermain tebak-tebakan bahasa Indonesia.
“Bisa,” jawab Totok.
“Betul, bisa selain berarti racun ular juga berarti dapat melakukan,” jawab Tono.
“Ayo apa lagi? Apa lagi?” mereka saling bertanya-tanya.
“Ulangan,” jawab Teni.
“Betul kamu Teni. Ulangan dapat berarti ujian dan bisa juga berarti melakukan kembali hal yang sama,” sambung Tuti.
“Wah…wah…. hari ini belajar bersama kita jadi seru yah,” kata Tuti.
“Iya, iya, seru! Tapi yang lebih membuatku senang adalah  kekompakan dan saling pengertian dalam  kelompok “Lima T” ini, coba kalau tadi Tono dan Teni menjadi bertengkar saat mereka berdua mengartikan arti yang berbeda dari kata kopi tadi? Pasti kita sekarang tidak sedang asyik main tebak-tebakan seru ini,” jawab Totok.
Oleh, Kumala Sukasari Budiyanto

Sabtu, 10 Agustus 2013

Brokoli Centil



Mama Toto selalu menyajikan sayuran pada setiap menu makanan Toto, tapi Toto tidak pernah mau memakannya karena menurut Toto rasa sayuran tidak lezat.
Sudah berbagai cara dilakukan mama Toto, misalnya sayuran dicampur dengan bakso kesukaan Toto tapi tetap saja tidak berhasil, Toto hanya memakan baksonya saja dan sayurannya dibiarkan tersisa.
Mama Toto sedih karena anak yang kurang makan sayuran akan kekurangan serat dan akibatnya Toto sering sembelit.
Mama Toto terus mencoba berbagai resep masakan agar Toto suka makan sayuran tapi belum berhasil berhasil.Melihat kegigihan mama Toto, para sayuran-sayuran menjadi terharu dan ingin membantu mama Toto mewujudkan harapannya.
Pada suatu pagi di dapur, para sayuran saling bercakap-cakap.
“Bro, kamu biasanya banyak ide,” kata sayur caisim kepada sayur brokoli.
“Iya…., ini lagi mikir,” kata sayur brokoli.
“Jamur shitake, kamu mau membantu aku tidak?” kembali brokoli berkata.
“Maksud kamu?” tanya jamur shitake.
“Aku mau memakai kamu sebagai topi sehingga aku akan tampak cantik saat dilihat Toto,” kata brokoli.
“Lalu…..? Lalu…..?” kata sayuran-sayuran lainnya tidak sabar menunggu brokoli mengungkapkan idenya.
“Aku harus pakai farhum (minyak wangi)!”, kata brokoli disambut tawa teman-teman sayuran.
“Biar Toto tertarik padaku,” sambung brokoli.
Semua sayuran sibuk mencari farhum yang cocok untuk brokoli, mereka mencoba farhum bawang putih, farhum saos tiram, farhum kecap asin dan juga farhum kaldu.
Mereka mencoba semua wangi farhum sampai pusing kepala karena semua wangi farhum tercampur saat mereka mencobanya.
“Teman-teman, pakai farhum harus satu saja, jangan dicampur-campur,” kata bunda kangkung.
“Betul itu,” kata sayur caisim.
“Bro, kamu suka farhum yang mana?” kata bunda kangkung.
“Ehhmm….ehhmm….,” suara sayur brokoli sambil berpikir.
“Aku suka farhum bawang putih dan saos tiram, bunda,” kata brokoli.
“Kalau begitu kamu variasikan saja, hari ini pakai farhum bawang putih, besok pakai farhum saos tiram,” kata bunda brokoli.
Setelah semuanya sepakat, para sayuran menemui mama Toto dan menyampaikan ide cemerlang mereka itu. Mama Toto setuju dan mulai membuat brokoli cah bawang putih dengan diberi hiasan topi dari jamur shitake pada beberapa kuncup brokoli.
“Toto, coba lihat apa yang mama buat,” kata mama kepada Toto.
“Wah, lucunya…,” kata Toto tertawa dan dia tampak lupa bahwa itu adalah sayuran.
“Harumnya enak,” kata Toto.
“Brokolinya centil, ma, pakai topi,” sambung Toto
Sejak saat itu, Toto suka makan sayuran dan menamakan sayur ini “brokoli centil”.

Oleh, Kumala Sukasari Budiyanto

Rabu, 07 Agustus 2013

Salah Kirim SMS



Tina baru saja diberikan hadiah sebuah handphone oleh papa.
Memiliki handphone adalah mimpi Tina sejak setahun yang lalu, tapi papa Tina baru mau membelikan handphone jika Tina naik kelas dengan nilai yang bagus. Syukurlah tahun Tina naik kelas dengan nilai yang bagus.
Tina sangat senang sekali, sekarang dia bisa berkomunikasi dengan teman-temannya saat dia berada dimana saja, Tina lebih memilih sms daripada telpon karena biayanya jauh lebih murah..
Hampir sepanjang hari, handphone itu tidak pernah lepas dari genggamannya, bahkan saat berjalan-jalan di mall pun Tina masih berkirim sms.
Pada suatu hari, Tina asyik berkirim sms dengan Marni sahabatnya membicarakan Chiko, teman barunya di kelas.
“Chiko memang ganteng,” bunyi sms Tina kepada Marni.
“Kamu  naksir yah….ngaku aja,” balas sms Marni.
Tina sedang ber-sms sambil jalan di mal menjadi grogi dan senyum senyum sendiri, beberapa orang meliriknya dengan tatapan aneh.
Tina segera mengetik sms balasan untuk Marni sambil terus berjalan di mal dan tiba-tiba saat hendak mengirim sms tangannya tersenggol dan tidak sengaja salah kirim ke mama.
“Wah gawat ! Salah kirim,” kata Tina dalam hati grogi
“Nama mama berurutan dengan nama Marni sih di daftar handphone-ku…., aduh..., jadi salah deh, bagaimana ini?” sambung Tina..
Tina berpikir sejenak lalu segera pulang ke rumah dengan hati dag dig dug dan berharap mama belum membaca sms salah kirim itu.
“Aku harus segera menemukan handphone mama dan menghapus sms yang aku salah kirim,” tekat Tina dalam hati.
Tina mengendap-ngendap masuk ke kamar mama.
“Itu dia handphone mama,” kata Tina dalam hati tersenyum.
Tina segera mengambil handphone mama dan menghapus sms itu.
“Hah…untung aku bisa menghapusnya,” kata Tina.
Tina kembali ke kamarnya dan tiba-tiba mama mengetuk pintu.
“Tina, boleh mama masuk,” terdengar suara mama dari balik pintu.
Tina membukakan pintu untuk mama dan wajah mama tampak ingin menyampaikan sesuatu sehingga membuat Tina grogi.
“Tina, anak mama yang cantik, sekarang sudah ada yang naksir yah?” tanya mama meledek dengan senyuman.
“Ah mama, tidak mah,” jawab Tina tersipu-sipu.
“Sudahlah, jujur saja dengan mama, jangan malu-malu. Wajar kalau anak mama ada yang naksir, anak mama kan cantik, pandai dan bisa masak pula,” sambung mama merayu.
“Ah mama, bagaimana bisa mama tiba-tiba berpikiran seperti itu?” tanya Tina gugup campur malu-malu.
“Tadi mama membaca sms kamu yang salah kirim itu,” kata mama.
Tina hanya diam, takut bercampur bingung karena baru saja sms itu dia hapus tapi kenapa mama tahu.
“Kamu bingung kenapa mama tahu? Mama sudah membacanya. Mama juga lihat tadi diam-diam kamu menghapus sms itu,” kata mama tersenyum.
“Aku…aku…,” kata Tina grogi.
“Kamu  masih beruntung salah kirim sms ke mama, coba kalau ke temanmu, pasti kamu malu bukan kepalang,” kata mama.
“Kamu diberikan hadiah handphone bukan untuk bergosip. Lain kali jangan begitu yah, nak…. Lalu, satu lagi pesan mama, pertahankan prestasi belajarmu yah,” sambung mama sambil keluar dari kamar Tina sambil tersenyum dengan tatapan yang kuat penuh makna.
Tina masih bingung kenapa sms salah kirim yang sudah dia hapus masih bisa dibaca oleh tapi mama.
“Ya…ya… aku tadi menghapus sms di inbox, bukan new message, jadi pasti sudah dibaca. “Hah,…beginilah kalau aku sedang grogi, jadi bodoh, apa-apa salah,” kata Tina dalam hati kesal.
Sejak saat itu Tina tidak lagi ber sms ria untuk bergosip apalagi mengetik sms sambil berjalan, selain bisa salah kirim sms dia tidak mau menyia-nyiakan suasana  yang dapat dinikmati saat jalan-jalan.

Oleh, Kumala Sukasari Budiyanto

Senin, 05 Agustus 2013

Eagle


Pada suatu pagi hari yang cerah, sekelompok anak ayam sedang bermain-main di pinggir hutan yang rindang.
Saat sedang asyik bermain, tiba-tiba dari kejauhan salah satu dari anak ayam melihat binatang mirip anak ayam yang sedang tersesat.
“Ayo, kita hampiri dia,” kata seekor anak ayam bernama Kiki.
“Kamu tersesat?” kata Kiki kepada binatang itu.
“Iya, boleh aku tinggal bersama kalian?” tanyanya.
“Boleh, nama kamu siapa?” kata anak ayam lainnya bernama Mimi.
“Nama aku Eagle,” katanya.
“Wah, namamu keren sekali!” kata Kiki sambil tertawa.
Waktu berlalu begitu cepat, tiga bulan sudah Eagle hidup bersama Kiki, Mimi dan beberapa ayam lainnya, mereka sudah tampak mulai dewasa.
Sekarang bulu-bulu Kiki makin tampak indah, berwarna putih dan cokelat dan lehernya berwarna merah.
“Kamu cantik, Kiki,” puji Eagle.
“Tidak seperti aku, buluku hitam,” sambung Eagle.
“Kalau kamu mau berbulu coklat, itu mudah Eagle! Kamu berguling-guling saja di tanah yang ada di tepi hutan, nanti bulumu menjadi coklat!” kata ayam Miko yang terkenal suka ceplas ceplos.
Eagle yang merasa rendah diri dengan warna bulunya terus memikirkan ide ayam Miko dan pada suatu pagi, Eagle memutuskan untuk mencoklatkan bulu-bulunya dengan tanah. Setelah berguling-guling  beberapa kali, bulu-bulu Eagle penuh dengan tanah, warna bulunya tampak bercak-bercak coklat tapi bulunya malah tampak kotor.
Eagle sedih karena tidak berhasil merubah dirinya  menjadi cantik seperti Kiki.
“Sudahlah, Eagle, syukuri apa yang ada,” bujuk Kiki.
Eagle mengangguk-angguk tapi dalam hatinya yang terdalam Eagle masih belum dapat menerima warna bulunya yang tidak warna warni.
Belum tuntas Eagle mengembalikan kepercayaan dirinya, tiba-tiba saat makan bersama, salah satu temannya menertawai cara makan Eagle.
“Eagle cara makan kamu aneh!” kata ayam Miko.
“Huss, jangan jahil,” kata ayam Kiki.
“Eagle bentuk paruhmu aneh, itu yang membuatmu susah mematuk dedek ini,” sambung ayam Miko tidak peduli.
“Iya sih, aku juga tidak tahu kenapa aku beda dengan kalian,” kata Eagle.
Eagle semakin merasa rendah diri, bulu hitam, paruh aneh.
“Sayapku juga lebar sekali, aku benar-benar tidak cantik,” keluh Eagle dalam hati.
Keesokan harinya, Eagle berjalan sendiri agak jauh ke arah barat dia ingin melupakan kesedihannya.
Saat dia melamun di hutan bagian barat, dia bertemu binatang yang berbulu hitam mirip dengannya.
“Wah, ternyata yang jelek bukan aku saja,” kata Eagle dalam hati.
Eagle tersenyum, tapi tiba-tiba ia kaget bukan kepalang melihat binatang yang mirip dirinya itu merentangkan sayapnya yang lebar lalu terbang sangat tinggi sekali.
“Wah hebat! Dimana dia belajar akrobat ini,” kata Eagle dalam hati kagum.
Binatang itu kembali mendarat di daratan tidak jauh dari tempat Eagle.
Eagle menghampirinya dan berkenalan.
“Om hebat, bisa terbang tinggi sekali,” kata Eagle.
“Lho, elang pasti bisa terbang tinggi, kamu juga elang seperti om,” katanya.
“Aku ayam, om, aku tidak bisa terbang,” kata Eagle.
“Kamu elang,” kata om elang.
“Bukan,” kata Eagle.
“Kamu elang, nak,” kata om elang.
Mereka berdebat cukup lama dan akhirnya Eagle mulai tersadar saat om elang mengajaknya ke suatu tempat yang penuh dengan burung elang.
“Ini saudara-saudaramu, nak. Perhatikan sayapmu, cakarmu, paruhmu, kamu sama dengan mereka,” kata om elang.
“Aku tidak yakin, om. Aku ini ayam, tidak bisa terbang,” kata Eagle.
“Kamu hanya tidak terlatih,” kata om elang.
Om Elang mengajaknya ke suatu tebing yang tinggi untuk belajar terbang.
Saat tiba di puncak tebing, Eagle mulai gemetar.
“Beginilah, cara awal anak-anak elang belajar terbang, Eagle!” kata om Elang.
“Anginnya kencang sekali, om,” kata Eagle.
“Wowww, angin kencang justru membuat kita burung Elang bisa terbang makin dasyat,” kata om Elang.
Tiba-tiba Eagle merasa terdorong jatuh ke jurang.
“Kepakkan sayapmu, cepat,” kata om elang yang menyusul Eagle terbang.
Eagle yang takut, lama-lama menikmatinya.
Om elang terus mendampingi dan terus memberikan petunjuk kepada Eagle.
Beberapa hari mereka berlatih terbang dan Eagle akhirnya bisa terbang sendiri.
Eagle, teringat pada teman-temannya ayam Kiki, Mimi, Miko dan lainnya. Eagle terbang ke tempat mereka dan tidak ada dua menit sudah sampai, tidak seperti kepergiannya sebelumnya ke hutan barat.
“Sembunyiiiiiiiii……!” teriak Miko.
“Ada elang,” sambung Miko ketakutan.
Eagle mendarat dan memanggil-manggil temannya,” Kiki, Mimi, Miko, Kalian dimana? Ini Eagle”.
“Eagle?” kata ayam Mimi dari balik persembunyian.
“Ah masa? Eagle itu tidak bisa terbang, dia hanya ayam buruk rupa,” kata Miko.
“Kawan-kawan ini aku, aku kangen dengan kalian,” teriak Eagle berusaha memanggil teman-temannya.
“Suaranya sama,” kata ayam Mimi.
Mereka akhirnya keluar dari persembunyian dan menemui Eagle.
“Kamu benar Eagle?’ kata ayam Mimi.
“Benar, Mimi. Aku Eagle!”
“Aku baru menyadari sebenarnya aku seekor elang, bukan seekor ayam seperti kalian. Aku sekarang sadar mengapa aku berbeda dengan kalian. Seharusnya dulu aku tidak perlu rendah diri karena sebenarnya salah satu perbedaan itulah yang membuatku bisa terbang tinggi,” kata Eagle.
“Apa itu?”, “ Apa itu?” tanya ayam-ayam itu ribut penasaran.
“Ini, sayapku yang lebar yang dulu aku anggap buruk,” jawab Eagle.
“Wah, tapi setelah kamu sadar kamu adalah seekor elang, kamu tidak memangsa kami kan yah?” kata ayam Kiki.
“Tentu tidak, kalian teman aku,” kata Eagle.
Eagle dan ayam Mimi, Kiki, Miko terus menjalain persahabatan dan sesekali Eagle mengajak teman-temannya terbang.

Oleh, Kumala Sukasari Budiyanto.