Jumat, 02 Agustus 2013

Komunikasi Semut Kecoa



Pada suatu rumah besar, hiduplah sekawanan semut dan sekawanan kacoa. Mereka masing-masing tinggal di bagian yang berbeda pada rumah besar itu dan tidak saling mengenal satu dengan lainnya,
Mereka hidup bahagia disana karena sisa makanan di rumah itu selalu berlimpah, namun kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama karena manusia pemilik rumah pindah ke luar negeri dan rumah besarnya ini ditinggalkan dalam keadaan kosong.
Kondisi ini membuat kawanan semut dan kawanan kacoa kesulitan mencari makanan.
Masing-masing berpikir mencari jalan keluar, namun sudah berhari-hari berlalu belum juga ditemukan jalan keluar padahal persediaan makanan sudah hampir habis.
Beberapa anggota kawanan kacoa melakukan peninjauan ke seluruh penjuru rumah dan mereka menemukan suatu tempat yang mungkin bisa menjadi tempat baru mereka.
“Kak, di pojok sana kita bisa menemukan sisa makanan dari tetangga rumah ini,” kata seekor Kacoa bernama Coa.
“Wah, tapi disana tempat tinggal sekawanan semut. Bagaimana mungkin kita mengusir mereka,” kata kacoa lainnya bernama Kaka.
“Iya juga,” kata Coa.
Mereka berdua kembali ke kawanannya dan melaporkan hasil peninjauan mereka.
Beberapa anggota kawanan kacoa mulai panik mendengar laporan mereka, namun kepala suku kacoa mengajak mereka tenang dan terus mencari jalan keluar tanpa putus asa.
“Kepala suku, bagaimana kalau kita tawarkan barter kepada kawanan semut?” tanya seekor kacoa muda bernama Mucoa.
“Barter seperti apa, Mucoa?” kata kepala suku.
“Kita tawarkan mereka pindah di tempat kita dan kita pindah ke tempat mereka. Disini banyak pohon yang buah dan bunganya bisa menjadi makanan mereka,” kata Mucoa tersenyum.
Semua kawanan kacoa setuju dengan ide Mucoa. Kepala suku segera menunjuk beberapa perwakilan termasuk Mucoa untuk menghadap kawanan semut,
Belum tiba mereka di depan sarang kawanan semut, beberapa semut yang melihat mereka lari tunggang langgang ketakutan.
Kawanan semut dengan kompaknya menutup lubang sarangnya karena takut.
Para perwakilan kacoa berkata dengan bahasanya menjelaskan maksud baiknya untuk melalukan barter tempat tinggal, tapi semua kawanan semut bersembunyi di dalam sarangnya.
Perwakilan kacoa terus berkata-kata bergantian sampai lelah tapi kawanan semut masih terus bersembunyi.
“Bagaimana ini, semut-semut ini tidak mengerti bahasa kita?” kata salah satu kacoa.
“Coba kita senyum lebar semuanya, biar kawanan semut tidak takut,” kata Kaka.
Sudah lima menit mereka senyum, tapi kawanan semut masih tetap menunjukkan reaksi yang sama dan bahkan mulai melempari mereka dengan sesuatu seperti bubuk.
“Kaka, mungkin kita harus menari-nari dihadapan mereka?” kata Mucoa.
“Ahhhh…. ide aneh, tapi ayolah kita coba,” jawab Kaka.
Mereka terus menari dan hasilnya kawanan semut makin ketakutan. Para perwakilan kawanan  kacoa menjadi putus asa dan beberapa kacoa mulai terpancing emosinya dan mulai berpikir untuk melakukan perang terbuka.
“Kaka, jangan berpikiran seperti itu. Maksud kita awalnya baik jadi harus dilakukan dengan cara yang baik pula,” kata Mucoa.
“Iya, iya. Tadi aku emosi saja,” kata Kaka.
Para perwakilan kacoa akhirnya kembali ke sarangnya dan melaporkan ke kepala suku kalau mereka gagal melakukan negosiasi karena kawanan semut tidak mengerti apa yang mereka katakan.
Kepala suku terdiam dan setelah berpikir sekian jam, dia mendapatkan ide,”Aku punya sahabat yang mengerti bahasa semut. Tapi……,, dia sudah meninggal. Aku tidak tahu apakah dia menurunkan keahliannya pada anak-anaknya.”
“Mereka tinggal dimana, pak ketua,” kata Mucoa.
“Di rumah besar di seberang jalan sana,” jawab pak ketua.
“Ijinkan aku kesana menemui mereka,” kata Mucoa.
“Mucoa, tapi perjalanan kesana berbahaya! Harus menyeberangi jalan raya,” kata Kaka.
“Tapi aku harus mencobanya. Aku akan berangkat tengah malam saat jalanan sepi,” jawab Mucoa.
Dengan susah payah, Mucoa akhirnya tiba di sarang kawanan anak kacoa teman kepala suku, namun sayangnya anak-anak kacoa ini tidak mengerti bahasa semut seperti ayahnya.
“Ehmmm, tapi ayah ada menitipkan aku suatu catatan, mungkin kamu bisa menemukan arti bahasa pada catatan itu,” kata salah satu dari mereka.
Mucoa membaca catatan yang diberikan dan syukurlah catatan itu benar terjemahan bahasa kacoa dan semut.
“Ayahmu, luar biasa,” puji Mucoa kepada salah satu anak kacoa teman kepala suku itu.
Mucoa langsung mencari arti bahasa yang akan disampaikannya lalu segera kembali ke sarangnya.
Mucoa dan beberapa perwakilan kacoa kembali mendatangani kawanan semut dan seperti sebelumnya kawanan semut menunjukkan sikap ketakutan dan tidak bersahabat.
Mucoa berusaha sekuat tenaga mengucapkan bahasa semut yang bunyinya seperti musik akuistik. Sesekali Mucoa merasa takut salah tapi dengan percaya diri dia terus mengucapkannya.
Tiba-tiba terdengar suara balasan dari dalam sarang semut. Mucoa kaget dan tidak mengerti artinya karena dia hanya mencatat kata-kata yang diucapkan.
Kepala suku kawanan semut sepertinya mengerti kebingungan Mucoa dan akhirnya dia mengucapkan kata-kata yang sama seperti yang diucapkan Mucoa sebagai tanda kalau mereka setuju.
Mereka segera melakukan barter tempat tinggal dan kembali hidup nyaman. Perbedaan bahasa ini akhirnya menarik perhatian kedua belah kepala suku kawanan semut maupun kacoa untuk saling mempelajari bahasa antar kawanan ini dan kelak bahasa semut dijadikan mata pelajaran bahasa asing pada sekolah anak-anak kacoa dan juga sebaliknya.

Oleh, Kumala Sukasari Budiyanto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar