“Ayo
semuanya berkumpul, lomba lari akan segera dimulai,” kata kucing moimoi, kucing
betina yang terkenal sebagai bunda lurah oleh seluruh kucing-kucing di
perumahan Taman Bidadari.
Setiap
tujuhbelas Agustus, kucing-kucing di perumahan Taman Bidadari tidak mau kalah
dengan para majikan, mereka juga mengadakan lomba, salah satunya lomba lari.
Semua
kucing sudah berkumpul di taman, bunda lurah membacakan aturan permainan.
Mereka semua akan berlari mengelilingi perumahan mulai dari blok A sampai E, peserta
yang lelah boleh berhenti sebentar dan minum asalkan mereka dapat mengatur
waktu sampai paling cepat karena yang menang adalah yang sampai terlebih dahulu
di blok E tepatnya di rumah majikan bunda lurah kucing. Disana sudah menunggu
mas Kris, majikan bunda lurah kucing yang menjadi juri dan memberi hadiahnya,
berupa ikan peda, kesukaan kucing-kucing perumahan Taman Bidadari.
Pertandingan
beberapa menit lagi dimulai, semua sudah memasang ancang-ancang.
“Cemong,
kamu kenapa diam? Kenapa kamu tidak ikut berbaris disana di titik start,” tanya bunda lurah.
“Aku
sedang berpikir, apakah aku mampu. Satu kakiku masih sakit karena kemarin kelindas
ban sepeda mas Aryo, majikan kecilku,” jawabnya lirih.
“Udah
cemong, kamu tidur saja, mana bisa berlari dengan tiga kaki,” kata cimeng.

“Ya,
sudah cemong, kalau kamu sudah berniat, ikut saja, jalani saja, bukan untuk
mengejar kemenangan semata tapi untuk dinikmati,” kata bunda lurah kucing.
Cemong
mengambil posisi, kemudian cemong tertunduk memejamkan matanya.
“Cemong,
kenapa kamu menutup matamu,” kata seekor kucing di sebelahnya.
Cemong
tetap tertunduk dan setelah satu menit berlalu cemong berkata, “aku tadi
berdoa, maaf yah sudah tidak menjawab pertanyaanmu.”
Pertandingan segera dimulai, ibunda kucing berteriak, “meaooooowwwww,” tanda agar semua peserta bersiap-siap di garis start.
Pertandingan segera dimulai, ibunda kucing berteriak, “meaooooowwwww,” tanda agar semua peserta bersiap-siap di garis start.
“Meaoowww!”,
bunda kucing kembali bersuara menandakan perlombaan dimulai.
Semua
kucing dewasa lari sangat kencang, sedangkan cemong hanya bisa berlari diantara
anak-anak kucing.
“Paman
cemong, ciayooo (artinya semangat)!”
kata kopit, anak kucing kecil kepada cemong.
“Iya,
kopit......, paman masih semangat, kok. Bagaimana pengalaman lomba lari pertamamu ini?” kata cemong.
“Seru
paman, tapi bagaimana kami bisa menang dengan kucing-kucing dewasa? Bunda lurah
harusnya membagi jadi dua kategori,” kata kopit.
“Belum
tentu begitu, kopit, dua tahun lalu pemenangnya kucing kecil seumuran kamu
loh,” kata cemong.
“Oh
ya paman, kok bisa?” kata bobie teman kopit.
“Bisa
saja, yang penting kita semangat, tidak mudah putus asa,” kata cemong.
Setelah
lima menit berlalu, cemong menjumpai beberapa temannya, kitty,milo dan miki
sedang istirahat menarik nafas panjang-panjang karena kelelahan berlari sangat
cepat.
“Air…,
air….,” teriak kitty.
“Cemong,
sudahlah, istirahat disini saja, kamu mana mungkin sampai finish. Kalau sampai juga pasti kalah,” bujuk miki.
“Ah,
aku mau berjalan terus, aku tidak mau menyerah,” jawab cemong.
Lima
menit cemong berlari tertatih-tatih, tiba-tiba “seerrrr” suara angin mengikuti
milo dan miki yang berlari sangat kencang. Cemong agak sedih karena tidak bisa
lari sekencang mereka, padahal sebelum kakinya sakit, dia dapat berlari lebih
kencang dari mereka.
Cemong
melanjutkan larinya sambil menahan perasaan sedih dan tiba-tiba terdengar suara
“kerincing…kerincing…” bunyi bel di leher kity yang centil.
“Halo,
cemong, kita ketemu lagi,” sapa kity dengan genit.
“Halo
juga manis,” sambut cemong sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Uuuuuh,
om cemong sakit-sakit masih genit juga, merayu tante kity,” kata kopit.
“Om
cemong, sepertinya om cemong bisa berlari lebih cepat dari kami. Sebaiknya om
cemong coba berlari lebih cepat tidak perlu menunggu kami,” kata kopit.
Cemong
mengikuti saran kopit dan berlari lebih sedikit kencang.
Tidak
terasa, cemong sudah sampai di blok D, dari kejauhan cemong melihat
teman-temannya sedang beristirahat.
“Kalian
kenapa berhenti?” tanya cemong.
“Aku
sudah lelah, sudah tua, aku menyerah,” kata barong.
“Aku
sih lagi santai saja, di depan belum ada kucing yang lewat, kami terdepan, jadi
santai aja,” kata si hitam.
“Sekarang
kamu yang baru muncul, kamu jalanlah duluan, nanti lima menit lagi aku susul
pasti aku yang menang,” sambung si hitam.
“Ya,
sudahlah…., aku lari duluan yah,” jawab cemong.
Lima
menit berlalu, cemong terus berlari dengan konsisten dan tak mengenal putus
asa.
“Hu…hu…miauwwww,”
terdengar suara si hitam dari belakang.
Langsung
saja si hitam menyalib cemong dan berada di depannya. Cemong hanya bisa
tersenyum.
Tiba-tiba
terdengar suara,“biiuuurrrrr”.
“Apa
itu?” kata cemong dalam hati dan berlari lebih kencang lagi.
Dari
kejauhan dilihatnya si hitam kecebur ke got, tubuhnya yang hitam menjadi
bertambah hitam kelam. Ibu Tuti sedang berusaha mengeluarkan si hitam dari
dalam got.
Saat
cemong sampai di dekat got itu, si hitam tampak masih terbatuk-batuk karena
menelan air got.
“Ayo,
hitam, segera lanjutkan lombanya,” teriak cemong.
“Kau
duluan lah, aku mau istirahat sebentar, aku masih punya waktu,” jawab si hitam.
Cemong
akhirnya berlari di barisan paling depan, sesekali dia melihat ke belakang
mencari si hitam tapi si hitam belum muncul, padahal garis finish tinggal beberapa meter lagi.
Cemong
terus berlari dan tanpa terasa dia telah mencapai garis finish.
“Selamat
cemong!” kata mas Kris sambil mengelus-elus kepala cemong dan memberikan cemong
hadiah ikan peda.
Cemong
gembira dan semua teman-temannya takjub, ternyata walaupun dengan kondisi tidak
sempurna, kemenangan masih dapat dicapai
dengan semangat, ketekunan dan cara yang tepat.
Kemudian
cemong mengajak teman-temannya merayakan kemenangannya dengan menikmati ikan
peda hadiah lomba.
Oleh, Kumala Sukasari
Budiyanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar